Sejarah Perusahaan
Rumah Sakit Krikilan yang saat ini telah berganti nama menjadi Rumah Sakit Umum Bhakti Husada didirikan pada tahun 1898 oleh colonial Belanda di Jl. Krikilan, Glenmore, Dusun Krajan, Tegalharjo, Kabupaten Banyuwangi berdasarkan Buku Letter C yang ada di Desa Tegalharjo, Glenmore, Banyuwangi. Pada kala itu, Rumah Sakit Krikilan merupakan satu-satunya rumah sakit di Banyuwangi yang secara letak geografis merupakan suatu tempat perjumpaan udara dingin dari barat dan udara hangat dari timur. Sehingga, letak geografis Rumah Sakit Krikilan merupakan lokasi yang cocok untuk dibangun Rumah Sakit karena kondisi udara dingin dan keringnya.
Pada tahun 1890-an, di lingkungan RSU Bhakti Husada adalah hutan dan tidak ada penduduk. Kemudian pada tahun 1897, perusahaan kereta api asal Belanda, Staatsspoorwegen (SS) membangun jalur kereta api di daerah Jember. Keadaan di lingkungan Krikilan berubah dengan dibangunnya jalur kereta api Kalisat-Banyuwangi seiring dengan banyaknya pekerja dari Madoera dan Jawa Tengah yang diangkut ke Banyuwangi. Namun, para pekerja ini kemudian terserang penyakit malaria. Meningkatknya jumlah penderita penyakit malaria membuat dua orang Belanda dari perusahaan Kali Kempit dan Kendeng Lemboe membangun sebuah rumah sakit, bernama Krikilan pada tahun 1898. Tak hanya menangani penderita penyakit malaria, Rumah Sakit Krikilan kala itu juga memiliki Bidan yang merawat wanita hamil di perusahaan dan di perkampungan.
Awal mula Rumah Sakit Krikilan berdiri dimulai dari pembangunan klinik terlebih dahulu. Klinik Krikilan dibangun bersamaan dengan terowongan jalur kereta api Jember-Banyuwangi pada tahun 1901. Kemudian Klinik Krikilan berkembang dan menjadi Rumah Sakit Krikilan yang diresmikan pada tahun 1912. Pada kala itu. Rumah Sakit Krikilan masih terbuat dari rumah kayu dan beratap rumbia/ ijuk. Kemudian pada tahun 1918, dilakukan pemabangunan secara permanen oleh pemilik. Perkembangan Rumah Sakit Krikilan terus berlanjut yang dibuktikan dengan alat rontgen merk Philips Type App. 11408/63 No. 128.48, yaitu alat foto sinar X yang digunakan untuk menegakkan diagnosa penyakit pasien. Sehingga, kala itu Rumah Sakit Krikilan merupakan rumah sakit paling canggih yang menjadi pusat rujukan/ alih rawat serta konsul di Banjoewangi.
Pada tahun 1920-an, Rumah Sakit Krikilan dipimpin oleh dr. Van Den Hengel. Dr. Van Den Hengel merupakan seorang pria yang simpatik, berpengetahuan luas, memiliki karakter yang rapi dan selalu tersenyum. Dibawah dr. Van Den Hengel, Rumah Sakit Krikilan menjadi satu-satunya rumah sakit tercanggih yang berada di Banjoewangi. Beberapa tokoh colonial Belanda lahir di Rumah Sakit Krikilan, salah satunya adalah Willem Frederik, seorang penulis puisi, novel, cerita pendek, drama, serta studi panjang buku, esai, dan kritik sastra. Di akhir kepemimpinannya, dr. Van Den Hengel wafat akibat kanker ganas yang menyerang tubuhnya. Kepemimpinan dr. Van Den Hengel sebagai direktur Rumah Sakit Krikilan digantikan oleh dr. H. Nijk.
Sejak 1932 rumah sakit krikilan memiliki ambulans sendiri yang merupakan hadiah ulang tahun ke 20 rumah sakit. Rumah Sakit Krikilan kala itu telah dilengkapi dengan alat-alat kesehatan yang sangat modern dan efisien, 5 ruang perawatan, air bersih dari sumber di belakang rumah sakit, dan ruang untuk berjemur dengan cahaya listrik. Tercatat bahwa pada kala itu, Rumah Sakit Krikilan memiliki cukup banyak pasien, yaitu sebanyak 82 orang.
Pada tahun 1942, dr. Nijk memesan 30 tempat tidur untuk mengobati para korban dari kamp internis di Kesilir, Siliragung, Banyuwangi. Pada kala itu, hanya terdapat 2 rumah sakit di Banjoewangi, yaitu Rumah Sakit Krikilan dan Rumah Sakit Blambangan. Namun, kala itu Rumah Sakit Blambangan menjadi pusat rumah sakit bagi Jepang, sehingga para pekerja maupun bangsawan Belanda lebih memilih melakukan pengobatan di Rumah Sakit Krikilan, termasuk pekerja dari kamp interniran di Kesilir, Siliragung. Rumah Sakit Krikilan telah berhasil menyelamatkan banyak nyawa dibawah kepemimpinan dr. Nijk. Namun, sayangnya pada bulan Mei 1943, dr. Nijk dibawa pergi oleh Ken Pruitt Tai dan dibunuh pada Juni 1943. Kemudian Rumah Sakit Krikilan dipimpin oleh dr. Tan atas perintah Jepang.
Pada tahun 1966, Rumah Sakit Krikilan telah diambil alih sepenuhnya oleh bangsa Indonesia, seiring dengan merdekanya bangsa Indonesia atas penjajahan Belanda dan Jepang. Sehingga, pada tanggal 17 September 1966, Rumah Sakit Krikilan berganti nama menjadi Rumah Sakit Bhakti Husada yang diresmikan oleh Direktur PPN-Karet XVI, Bapak Soediharjohoedojo
RSU Bhakti Husada kini secara yuridis berada dibawah naungan PT. Rolas Nusantara Medika dengan alamat Jalan Gajah Mada No.55, Jember yang resmi merupakan anggota dari Holding RS BUMN se Indonesia dibawah PT. Pertamina Bina Medika IHC sejak tahun 2018.
Berikut Urutan Director Ziekenheus Krikilan (Rumah Sakit Krikilan)
- dr. Van Den Hengel (1911-1925)
- dr. H. Van Nijk (1925-1943)
- dr. Tan (1943-1945)
- dr. Yowa (1945)
- dr. Yakobus (1945-1950)
- dr. Margelenter (1950-1953)
- dr. Dubois (1953-1959)
- dr. Kue Tik Yu (1959-1965)
- dr. Sulaiman (1965-1966)
- dr. Musytahar Umar Tholib (1966-1993)
- dr. Darmadi (1993-1996)
- Ir. Amirin Suwarno (1996-1997)
- Ir. Yunus D Wattie (1997-1998)
- dr. Ahmad Hatta Said (1998-2001)
- dr. I Wayan Sulianta (2001-2009)
- drg. Robby Hakkun Nurrahman (2009-2011)
- dr. Dwianto Budi Prabowo (2011 – 2012)
- dr. Zunita Akhmadah Kusuma Dewi (2012-2016)
- dr. Syaiful Nur Hamzah (2016-2018)
- drg. Hindun Mardiyana, M.Kes (2018-2019)
- dr. Niluh Hendrawanti, M.MKes., M.Kes (2019-2021)
- dr. Martha Nurani Putri (2021-sekarang)